" Curhat Ah... "

السّلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Jumat, 02 Maret 2012

      Aneh,, kenapa aku merasa simpati kepadanya? Kenapa juga aku mendadak begitu peduli dan mengerti keadaannya.
    Sejak saat itu, saat dia begitu mengandalkan aku, membuat aku begitu berarti dihadapanya ada yang aneh tengah kurasakan. Sesungguhnya hati ini begitu sangat memungkiri kehadiran sang dewi cinta, namun tetap tak bisa dicegah kehadirannya.
     Andai aku bisa memilih aku tak ingin rasa itu hadir dan mengganggu setiap detik yang kulalui. Saat tersadar rasa itu telah tumbuh dan melekat dalam indra perasaku, tak kuasa lagi ku menolaknya. Sesungguhnya niatku hanya menikmati rasa itu sendiri tanpa ingin sedikitpun membaginya pada makhluk lainnya.
    Aku takut jika ku membagi dengan yang lain bukan keindahan yang akan kudapatkan melainkan sebuah kepedihan seperti yang pernah kurasakan sebelumnya. Dan ternyata apa yang aku takutkan menjadi sebuah mimpi nyata yang tak terelakan lagi. Kini dia menjauh seakan tak mengenalku membuatku merasa sakit yang teramat dalam.
   Aku sadar aku memang tak akan membuatmu ikut merasakn apa yang kurasakan, tapi jika aku dapat meminta jangan perlakukan aku seperti ini. Bersikaplah seperti biasa buakan malah menjauh karena itu menyakitiku. Biarkan dan ijinkanlah aku masih menikmatinya, aku tak berharap kau membalasnya.
   Taukah kamu dengan hanya menikmati rasa itu sendiri telah membuatku tersiksa, haruskah kau tambah dengan sikap dinginmu? Salahkah aku jika menyayangimu? Bukan inginku untuk menyayangimu, rasa itu datang tanpa aku undang. Haruskah kau hukum aku? Salahkah aku jika menyayangimu? Haruskah aku bersumpah bahwa aku tak ingin kau membalasnya? Jika itu memang akan membuatmu kembali seperti yang dulu. Karena sejujurnya aku rindu kamu yang dulu....

Agustus

Agustus..
Entah ada apa d bulan yg satu itu..
Setiap kali t'ingat bulan itu, hati slalu menolak..
Rasa'a sperti tdk ingin berada d bulan itu,, rasa'a sperti tdk ingin bertemu dgnnya, rasa'a seperti ada sbuah k hati2an saat menjelang kehadiran'a..

Agustus..
Mengapa slalu d bulan ini..
Bulan inilah yg slalu membuatku marah, membuatku nangis, membuat hatiku t'ombang ambing..

Mengapa harus agustus..?
Mengapa slalu d agustus..?
Mengapa agustus mengerikan bagiku..?

Wahai agustus, dengarkanlah aku..
Aku ingin ini adl agustus t.akhir yg menyakitkan..
Aku ingin agustus yg menyenangkan..
Aku ingin agustus seperti agustus yg d miliki k bykan rang d luar sana..

Mungkinkah..?
Aku harap iya..

Sabtu, 07 Januari 2012

Jakarta dan Ibu Pengemis Tua


Pagi ini, lagi-lagi aku melewati jalan kecil itu, seperti hari-hari yang lalu. Tergesa-gesa menuju kampusku, tanpa sarapan, tanpa sempat melihat kiri dan kanan, yang dipikirkan hanya jam. Jam sudah menunjukan pukul 07.50 WIB, aku tahu akan terlambat karena masih membutuhkan kurang lebih dua puluh menit untuk sampai ke kampus.
Seperti biasa aku selalu melihat pengemis itu ketika aku keluar dari terminal busway. Wajahnya sudah sangat familiar dimataku, bajunya yang lusuh masih sama seperti jum’at yang lalu, aku menduga dia hanya punya baju tujuh pasang dalam seminggu. Setiap kali aku berangkat dan pulang selalu kujumpai wajah tua itu. Wajah yang penuh dengan senyuman seolah dia sudah biasa hidup seperti itu.
Ku percepat langkahku ketika mata kami bertemu. Aku tak mau tahu tentang dia saat ini, aku hanya ingin cepat berada dikelas dan berharap dosen belum datang.
 “ Terlambat lagi,” tegur pak Tebe tepat ketika aku mengetuk pintu kelas dengan perlahan. Hatiku seakan berhenti sejenak saat kata-kata itu terlontar.
“ Maaf Pak “ jawabku dengan kepala menunduk.
Pak Tebe mendekat. “ Ini sudah berapa kali kamu terlambat mata kuliah bapak, Lita!”
“ Sering Pak.” Jawabku nyaris tak terdengar.
“ Di jam istirahat bapak tunggu diruangan.”
“ Ya.” Sahutku lemah, aku segera masuk ke kelas sesaat setelah itu, kuhempaskan pantatku diatas kursi paling belakang. Bukan keinginanku untuk datang terlambat. Kalau bukan karena padatnya pengguna busway aku tidak mungkin tertinggal tiga bus dan terlambat datang lagi. Kemacetan kota Jakarta memang sudah menjadi alasan klise saat datang terlambat dipagi hari.
Pagi-pagi sudah begini cape, keluhku. Aku hanya ingin kenyamanan, menginginkan sedikit celah ditengah kesibukanku. Mungkin aku butuh sedikit refreshing. Apa sebaiknya aku pulang ke desa? Sudah lama juga aku tidak pulang? Tapi, kuliah dan pekerjaanku bagaimana? Berapa banyak mata kuliah yang akan kutinggalkan? Siapa yang akan meng-handle siaranku? Aku tak rela bila orang lain yang menanganinya.
***
“ Mengenai keterlambatanmu ...” Pak Tebe menggantung kalimatnya, aku memandangnya. Apa yang tengah dikatakan selanjutnya.
“ Bapak tahu kalau kamu siaran pada malam hari, Lita. Sehingga waktu tidurmu berkurang. Dan inilah yang membuatmu sering terlambat.”
Aku mengeluh. Bapak tahu kesibukanku setiap harinya, lalu mengapa masih membahas keterlambatanku.
“ Mengapa kamu tidak mengajukan siaran disiang hari saja?”
Tiba – tiba saja aku merasa tertekan. “ Saya sudah pernah mengajukan, tapi tetap tidak bisa pak. Akan saya usahakan untuk datang tepat waktu pak.” Janjiku tak yakin.
“ Tapi, bapak tidak yakin, Lita.”
Kembali aku menarik nafas. Ketidakyakinan pak Tebe mungkin sama besar dengan ketidakyakinanku sendiri. Pembicaraan kami berakhir lima belas menit kemudian tanpa membawa hasil apa – apa bagi diriku sendiri. Tiba – tiba ada sesuatu yang ku rindukan, tapi entah apa.
***
Dalam perjalanan pulang setelah siaran menuju kosanku, didalam taksi kupandangi gelapnya langit dihiasi sinaran bintang dan lampu kota seakan berlomba memberikan cahaya terangnya. Hilir mudik mobil begitu bising, klakson saling bersahutan, ditimpali suara ribut pejalan kaki, lalu para penjual asongan yang berlomba menjajakan dagangannya, belum lagi asap knalpot yang sudah menjadi hirupan warga Jakarta setiap harinya.
Aku menghela nafas. Tuhan, apakah yang telah terjadi sebenarnya denganku? Desahku. Tiba – tiba saja aku begitu merindukan kampungku. Aku stop taksi yang membawaku, lalu turun ditengah kemacetan itu. Ingin sedikit menghirup nafas kebebasan diluar sana, berharap udara yang sama dengan kampungku. Aku menuruni tangga, menyusuri sepanjang pertokoan, lalu membelok ke jalan sempit yang biasa ku lalui dari pagi. Tiba – tiba aku teringat pengemis tua itu.
“ Assalamualaikum, Nak.”
Seseorang menyapaku dari belakang, cepat aku menoleh dan kudapati pengemis tua itu tersenyum kepadaku.
“ Ibu pengemis tua,” ujarku, lalu memaksaku membalas senyum. “ Alaikumussalam.” Sahutku kemudian.
“ Tumben malam – malam begini lewat sini,” ujarnya ramah.
Aku terkejut, jadi ibu ini memperhatikanku dari pagi hingga malam. Aku memang selalu naik taksi dimalam hari dan tidak pernah berjalan kaki. Kupandangi wajah tua itu, begitu bersih dan penuh ketenangan.
“ Anak ini kenapa, ibu perhatikan hari ini murung sekali?”
“ Ibu sudah menikah?”
Ibu itu tertawa, “ Memangnya ibu terlihat seperti masih gadis?”
Aku menggeleng seraya mengukir senyum tipis, “ Ibu, sudah lama tinggal di Jakarta?”
“ Sudah, memangnya kenapa?”
“ Ibu tidak pernah merasa bosan dengan kehidupan Jakarta?”
Ibu itu tersenyum, “ Jenuh dan bosan itu adalah hal yang pasti pernah manusia rasakan, termasuk ibu. Tapi itulah kehidupan tergantung bagaimana kita mengubah rasa bosan itu dengan kesenangan. Jakarta adalah kota impian orang – orang desa, tapi desa adalah tempat yang diinginkan orang Jakarta. Di Jakarta orang penuh dengan kesibukan dari pagi hingga malam menjelang, tiada henti. Panas, udara kotor, macet, bising dan masih banyak lagi adalah satu ciri khas atau kebudayaan yang susah lepas dari Jakarta. Kebudayaan itulah yang membedakan antara kota Jakarta dengan kota lainnya. Memang anak sedang merasa bosan?”
Aku mengangguk pelan, “ Biasanya ibu menghilangkan rasa bosan itu dengan cara apa?”
“ Biasanya ibu pasti pulang ke kampung, bertemu anak dan suami disana. Makan bersama disaung pinggir sawah, bermain bersama anak – anak di sekitar perkebunan, pokoknya memanfaatkan keindahan yang tidak didapat di Jakarta. Terkadang kita jangan terlalu larut dalam ambisi yang mengakibatkan kesibukan yang tiada henti, sempatkanlah berlibur atau mencari suasana baru yang dapat membangkitkan semangat lagi.” Jelasnya panjang lebar kepadaku.
Aku tertegun dengan seluruh ucapannya. Tuhan, ini mustahil, ibu ini telah menyadarkanku akan apa yang aku lupakan selama ini. Aku lupa dari mana aku berasal, aku terlalu sibuk dengan kuliah dan pekerjaanku, aku rindu ibuku, aku rindu tempatku dilahirkan, aku ingin pulang. Ku pejamkan mataku, dadaku semakin sesak. “ Terima kasih, saya pamit pulang sudah malam.” Ujarku kemudian, lalu meninggalkan ibu tua itu. Di perjalanan air mataku menetes, namun kuhapus segera dengan kasar. Sesampainya dikosanku, air mataku tumpah tak tertahan lagi.
Aku sadar ruang kosong itu adalah kerinduan yang besar terhadap desaku yang sejuk, tenang, dan tiada membosankan tentunya. Bukan seperti Jakarta yang selalu penuh dengan aktivitas dari pagi hingga malam. Keramahan orang – orang desa yang tidak kudapati di Jakarta mungkin adalah salah satu yang ingin kujumpai.
***
Akupun memutuskan untuk segera pulang di akhir minggu ini untuk mengembalikan semangatku yang telah hilang. Biarlah ku ambil jatah satu kali bolos dan meminta ijin tidak siaran selama satu minggu. Demi bertemu keluarga, melihat para petani di pagi hari, merasakan keramahan senyum yang tulus dari warga desa, menghirup sejuknya udara yang masih asri, dan mengembalikan semangatku tentunya.
Kini akupun semakin mengerti Jakarta dengan kebiasaannya dan desaku dengan kebiasaannya. Terima kasih ibu pengemis tua, karena kaulah aku sadar untuk tidak larut dalam kesibukan dan lupa akan tempatku berasal. Kini ku tahu bahwa tidak selamanya Jakarta memberi kebahagiaan.

inilah liburanku



Setelah membaca sebuah buku yang berjudul "aku bisa nulis cerpen" karya Joni Ariadinata, aku tak lagi bingung harus menghabiskan waktu libur kemana. Apa yang tertulis dalam buku ini telah membuat aku bisa keliling dunia tanpa harus mengeluarkan uang banyak. Berikut cerita liburanku kali ini.
Hari pertama liburan, aku berkunjung ke Gunung Mahameru, menelesuri hutan belantara dengan banyak pendaki. Sempat kesasar karena sulitnya jalan menuju puncak namun, saat puncak itu dapat dicapai sungguh kepuasan yang sangat luar biasa karena mengingat begitu sulit usaha yang harus ditempuh sebelumnya. Lewat tokoh Zafran yang diciptakan oleh Donni Dhirgantoro dalam novelnya 5cm aku mengenal sebuah persahabatan yang luar biasa indahnya. Dari Gunung Mahameru, aku terbang ke Rusia. Bersama Habiburahman El-shirazy, dalam novelnya Bumi Cinta, aku diajak menikmati keindahan saat beribu gumpalan tipis lembut bagai kapas nan putih jatuh dari langit, air mancur yang membeku menciptakan keindahan kristal, serta banyaknya bangunan-bangunan tua peninggalan pada zaman Lenin dan Stalin. Aku banyak mendengar sejarah yang luar biasa ternyata mendunianya disana. Tahukah engkau bahwa Rusia adalah negara yang indah namun tak seindah kehidupannya karena pergaulannya sangat bebas sekali. Namun, Rusia tetap menjadi Negara yang cukup menarik perhatian para turis karena sejarah yang tersimpan didalamnya.
Kemudian, di hari ketiga, aku tiba di Negara yang sebagian besar terdiri dari selimut pasir. Di Mesir  masih bersama Kang Abik aku melihat Universitas Al-Azhar secara langsung, menikmati karakter orang-orang Mesir  asli, bertemu banyak mahasiswa Indonesia yang belajar disana, serta melihat betapa Indonesia tidak terlalu berpengaruh dimata mereka selain hanya sebagai negara TKW berasal terbesar.  Berkat Kang Abik, lewat novelnya Ayat-Ayat Cinta itulah, aku dapat mengenal  keluarga Maria yang sangat menghargai semua agama dan pendatang, dan sederet tokoh lainnya.   
Di hari ketujuh aku singgah di Jepang untuk bertemu dengan seorang detektif cilik yang sangat luar biasa jeniusnya. Berkat Aoyama Gosho aku dapat bertemu dengan Detektif Conan dan keempat temannya yaitu, Ai Haibara, Ayumi Yoshida, Genta Kolima, dan Mitsuhiko Tsuburaya yang tergabung dalam kelompok detektif cilik. Conan pun membawa aku ke tempat tinggalnya di kediaman detektif Kogoro Mouri dan Ran kekasih dari Conan dewasa. Disana aku melihat bagaimana Conan memecahkan kasus-kasusnya, hal itulah yang membuatku cukup betah disana.
Begitulah cerita liburanku kali ini, hanya dengan membaca aku bisa pergi keliling dunia. Bagaimana dengan liburanmu...???

untukmu sahabatku



Sahabat ! Kuiringi perjalanan cinta mu
bahwa :
memilih dari selembar benang
merajutnya bersama
kelak jadi selembar kain
itulah perkawinan
doaku menyertaimu
selama nya engkau bersama dengan rukun
hingga rambut memutih…semoga bahagia
Sahabat.., dalam hati yang paling dalam
dalam relung-relung kalbu yang penuh haru
kubisikkan kata yang telah lama kupersiapkan
seuntai kata buat sahabatku.. terkasih
selamat hidup baru
Aku bisa merasakan, apa yang kau rasakan kini
setelah lama.., bersama waktu dirimu menanti
hari yang kau tunggu kini telah tiba
atas Ijin ALLAH, kini kau bersanding dengannya
selamat berbahagia, sahabatku
Semoga Kebahagiaan senantiasa menyertai mu

Sabtu, 05 Februari 2011

Undangan Pernikahanmu

Sore yang berbalut awan hitam kala itu mengiringi undangan yang kau kirim kepadaku. Saat kau datang senyum itu masih terukir di wajahku tapi, lima menit setelah kau beranjak dari muka rumahku senyum itu kini berganti dengan air mata. Taukah kamu, sesungguhnya telah lama ku simpan rasa itu? cinta diam-diam memang pantas menjadi backsound nya karena hanya Allah, aku dan hatiku lah yang tahu semua itu. Bertahun-tahun kusimpan rasa itu tanpa berani mengungkapnya semenjak kita berjabat tangan saling menyebutkan nama. Ingatkah kau dulu pernah mengatakan cinta? Meski hanya gurauan tapi, sejujurnya aku bahagia mendengarnya dan berharap menjadi kenyataan, Tapi, kini hal itu telah benar-benar menjadi gurauan dan mimpi belaka.
Meski berat namun, ku harus ikhlas mendo'akan mu bahagia dan langgeng bersamanya kini dan selamanya. Biarlah rasa itu menjadi rahasia untuk selama-lamanya. Biarlah kenangan itu menjadi kenangan terindah yang ku miliki sebagai pengganti ketidak jodohanmu denganku.
Berbahagialah kawan jangan kau tahu kesedihan yang tengah ku alami ini. Biarlah aku yang merasakannya. Do'a ku selalu untuk kebahagian mu.

Sabtu, 29 Januari 2011

Benarkah telah merdeka..??

Benarkah Indonesia telah merdeka...???
Nyatanya Indonesia masih di jajah oleh beberapa negara. Contohnya, saja dari banyaknya barang-barang ber made in luar negeri. Sementara made in Indonesia nya sendiri entah berada dimana. Para petinggi lebih suka mengeluarkan uang untuk memperbaiki sarana dan prasana demi kesejahteraan tempat rapat mereka di banding memperbaiki sarana dan prasana untuk rakyat. Bukankah saat pemilu mereka berkata akan mengutamakan rakyat tapi, nyatanya rakyat yang mereka maksud adalah dirinya sendiri yang ternyata rakyat juga. Mereka bilang kami ada untuk rakyat karena kami ada karena rakyat, tapi nyatanya...???
Mereka lebih suka mendpatkan banyak devisa dari rakyat yang menderita. Mereka lebih suka memperkaya negara tetangga dari pada negara sendiri. Mereka terlalu ngefans dengan uang. Mereka, mereka, dan mereka.
Benarkah Indonesia talah merdeka...? Sementara mereka tak pernah mengutamakan rakyat yang memilihnya, malah memperkaya tetangga sebelah.